Halo Biker, ini merupakan kesimpulan dari keseluruhan aspek pengetesan Honda CBR250RR yang telah Elang rasakan sendiri impresi riding harian bersamanya. Rasanya setelah icip-icip sejauh 300 km selama 5 hari, baru feel terhadap motor ini bisa dirasakan baik, jadi tau sisi plus dan minusnya, nah mari kita mulai kupas tuntasnya, bisa sambil ngemil kripik nih karena artikel kali ini agak panjang.
Ergonomi Honda CBR250RR
Berbicara motor sport, biasanya langsung terbayang riding posture yang nunduk, tidak salah dan memang Honda CBR250RR ini posisi ridingnya paling nunduk dibanding R25 maupun Ninja 250 FI. Hal ini berkat pengaplikasian setang yang dibawah yoke khas motor sport tulen. Motor ini punya seat height 790 mm, untuk posture yang tingginya 165cm seperti Elang jelas ini friendly banget, kedua kaki bisa menapak sempurna.
Berada di atas jok Honda CBR250RR tidak ada kesan big seperti halnya ketika berada di atas Ninja FI, feelnya bener-bener kental sebuah motor light sport, kira-kira satu level di atas kelas 150cc secara dimensi.
Baca juga: Hari pertama riding experience bersama Honda CBR250RR, langsung jajal kondisi macet dan hujan deras
Fitur Honda CBR250RR
Nah ini yang menjadi faktor pemikat dari motor seperempat liter dua silindernya AHM, dibanding kompetitornya Honda CBR250RR hadir dengan segudang fitur yang kekinian. Wajar sih sebagai pemain baru yang datang belakangan sudah seharusnya hadir memberikan sesuatu yang baru yang tidak ada di motor lainnya.
Mulai dari headlamp telah mengaplikasikan LED, lalu hadir lampu DRL yang multifungsi sebagai lampu sein juga, asli ini keren, tapi kalau di belahan benua lain posisi lampu sein yang inner begini malah dianggap gak aman, harus diposisikan keluar dari fairing, it’s oke, ini Indonesia.
Stoplamp juga sudah full LED lengkap dengan lampu sein belakang LED.
Yang menarik di motor ini salah satunya adalah sajian menu di layar dashboard, asli komplit banget sob. Yang menjadi fokus utama adalah fitur Riding by Wirenya itu loh, memberikan experience seolah-olah berkendara di motor Big Bike, ada pilihan Comfort, Sport dan Sport+. Impresi ketiga mode ini Elang ungkap di bagian Performa nanti.
Layar dashboard menampilkan gear position, clock, rpm, speedometer, trip meter, fuel indikator, temperature indikator dan indikator revs untuk memberitahukan kapan pindah gigi. Layar yang menggunakan Negative LCD cukup terlihat jelas ketika riding di siang hari, dan kalau malam gak usah ditanya lagi, pasti terangnya 🙂
Fitur yang gak kalah mewahnya di Honda CBR250RR ini adalah hadirnya suspensi depan inverted fork (upside down). Suspensi ini dipercaya memiliki efek reborn yang stiff, sesuai dengan peruntukannya untuk lintasan balap, ingat CBR ini mengusung nama RR yang orientasinya lebih ke racing ready.
Melihat kebawah lagi, sistem pengereman depan Honda CBR250RR sudah lebih maju dengan mengaplikasikan floating disk namun kaliper masih axial belum radial. Disayangkan sih, mestinya klop dengan paket kaliper radial sekalian sehingga bisa didapat pengereman yang rigid.
Baca juga: Deviasi simpangan speedometer Honda CBR250RR versus GPS
Handling Honda CBR250RR
Sewaktu motor Elang ambil dari Wahana Honda Gunung Sahari, butuh 30 menit untuk menyesuaikan kebiasaan riding posture selama ini dengan gaya riding Honda CBR250RR yang nunduk abis. Dengan berat motor 165 kg, ternyata buat Elang gampang mengendalikan motor ini di kemacetan, feelnya segampang menaklukan motor sport 150cc, apalagi dengan radius putar setang CBR250RR yang besar layaknya motor naked, menambah pede meliuk-liuk membelah kemacetan Jakarta. Asli cukup surprise tau handling motor ini bisa ringan gini, riding experience di dalam perkotaan menjadi penuh fun bersama CBR250RR.
Melewati polisi tidur atau jalan bergelombang, bantingan suspensinya cukup pas dan nyaman gak sampe jedak jeduk.
Untuk ban, IRC Road Winner yang disematkan ke Honda CBR250RR begitu lengket dipakai manuver di tikungan. Tapi hati-hati di jalanan berpasir atau tanah merah sehabis turun hujan, tipe ban ini sangat gampang tergelincir sob.
Baca juga: Hari kedua, test harian Honda CBR250RR dengan boncengan, gimana impresi pembonceng?
Pengereman Honda CBR250RR
Untuk sektor ini Elang beri nilai 8 untuk performa pengereman, cukup pakem. Dalam test harian Elang lebih dominan gunakan rem depan, walau tidak ada data pengukuran jarak pengereman pasti yang Elang lakukan, namun secara feel cukup mampu menghentikan motor saat dilakukan hard braking dari kecepatan 80 kpj. Gak ada rasa kekhawatiran untuk lari di atas 120 kpj berkat kerja rem yang dapat diandelin.
Baca juga: Begini intensitas penerangan lampu Honda CBR250RR di malam hari, terang benderang euy
Performa Honda CBR250RR
Nah ini yang paling menarik dan pastinya bikin kepo Elang pribadi untuk menjajal langsung performa Honda CBR250RR. Walau disediakan 3 riding mode, namun dalam prakteknya dalam test harian Elang selalu pilih mode default yakni Sport dan sesekali Sport+ jika ketemu jalanan lowong.
Mode Comfort menurut Elang gak mewakili habit riding Elang yang lebih suka bermain speed. Terasa seperti ada lag atau delay dari bejekan throtle hingga tenaga tersalurkan ke roda belakang. Katanya comfort cocok buat yang ingin santai JJS atau macet-macetan, tapi nyatanya buat Elang pribadi menghadapi kemacetan pun mode Sport masih friendly dan masih gampang controlnya.
Mode Sport boleh dibilang mode yang favorit buat Elang dalam test harian kemarin. Hentakan tenaga vs bukaan throtle by wirenya terasa lebih linier, nyaman banget dipakai buat riding dalam kota maupun turing. Fyi, mode ini secara otomatis terpilih setiap pertama kali motor dinyalakan.
Sedangkan mode Sport+ ini kepakenya hanya ketika bener-bener pengen ngebut, ngeliat jalanan kosong bin lebar pasti hasrat langsung pengen pindah ke Sport+ aja. Feelnya di mode ini ledakan power yang dirasakan begitu spontan dan responsif, buka gas sedikit aja motor sudah nyundul-nyundul, raihan kecepatan puncak cepat sekali diraih kalau pake mode ini.
Gak berlebihan kalau bagi Elang CBR250RR dengan mode Sport+ ibarat sudah seperti motor setan yang bisa berbahaya jika jatuh ditangan orang yang salah (gak punya high responsibility).
Selain performa mesin, hal lainnya yang menjadi racun di motor ini adalah faktor raungan suaranya itu loh, begitu dibejek di atas 6000 rpm, beuh raungannya itu ngangenin dan istimewa. Knalpot standar tapi seperti sudah pake knalpot racing aja gaharnya, merdu euy.
Kurang lebih inilah kesimpulan Elang selama 300 km bersama Honda CBR250RR ditest jalanan. Bener-bener motor seperempat liter yang kencang, kaya fitur dan desain fresh yang racy abis. Sekali lagi hati-hati sob, ini adalah calon motor setan, asyem tenan jambakannya. Monggo dikomentari, semoga bermanfaat ya sob.
Baca juga: Jajal performa Honda CBR250RR, ini top speed tiap gigi CBR250RR di mode Sport+
Sejak ane nyoba GSX-R150 kemaren,, sekarang ane lebih demen motor dengan ergonomi nunduk dengan setang underyoke,, memberikan sensasi sangat menyenangkan pas motoran, ditambah tenaga yang asik..
Nah, dari penjelasan mas Endrik, CBR250RR ini seperti GSX-R150 dengan body dan tenaga lebih besar.. Wah, baru dibayangkan aja udah terngiang asiknya, apalagi kalau mengendarai langsung, waaaa mupeng..
—-
https://cuaprider.com/2017/03/13/edan-power-yamaha-all-new-r15-ungguli-suzuki-gsx-r150-di-atas-mesin-dyno/
yak, ane pernah coba, dan memang handlingnya juara banget…