Halo Biker, masih dalam suasana liburan pribadi sebelum memasuki bulan Ramadhan, Rabu kemarin Elang melakukan aktivitas riding Deli Tua – Medan – Bahorok yang sebelumnya sudah direncanakan lama untuk touring ziarah ke makam nenek. Sekedar curcol sedikit, karena setelah lulus SMK Elang langsung merantau ke Jakarta di 2000, boleh dibilang selama 17 tahun lebih Elang gak pernah berkunjung lagi ke kampung nenek, ada semacam kerinduan ketika dirantau membayangkan suasana lebaran bersama di kampung nenek.
Setiap pulang kampung ke Medan, entah kenapa keinginan selalu ada tapi tidak pernah terealisasi untuk mampir kesana. Hingga akhirnya kakek dan nenek telah tiada, muncul keinginan untuk berziarah ke makam.
Perjalananpun dimulai dari rumah di Pasar VI Deli Tua pukul 8.00 pagi bersama istri menggunakan motor Yamaha R25 yang sudah dipersiapkan sehari sebelumnya. Ya sekali-kali pengen merasakan sensasi touring pake motor fairing gimana, selama ini sudah dimanjakan dengan motor pake box, kali ini gimana settingnya kalau tanpa bantuan box, fairing sport pula. Mau gak mau Elang pake tas ransel Kalibre, 2 pasang jas hujan disimpan ke dalam tas untuk antisipasi hujan nantinya.
Setelah pamitan dengan kedua ortu, Elang mulai perjalanan keluar dari dusun sambil mencari-cari posisi yang enak riding posturenya bersama R25. Mau gak mau ergonomi R25 yang sporty memang memaksa badan agak membungkuk, ditambah beban ransel penuh, belum lagi ditekan pembonceng langsung membayangkan gimana nih kalau mesin sudah panas, bisa mateng nih selangkangan. Bener-bener pengalaman baru kalau soal pake motor fairing buat riding jarak jauh hampir 100 km.
Ya setelah 5 km bergerak panas khas mesin dua silinder 250cc mulai terasa di selangkangan. Mau gak mau untuk perjalanan agak jauh ini Elang harus pinter-pinter main rpm, gak boleh main geber yang berakibat panas mesin menjadi cepat merambat.
Memasuki Jl. Jamin Ginting Padang Bulan yang agak macet, panas mesin memang gak bisa diredam, fan terdengar berputar, yo wis karena perjalanan masih jauh Elang putuskan batasi RPM hanya sampai 7.000 rpm aja, shifting gigi diusahakan halus setiap 7.000 rpm.
Sebelum memasuki Binjai, melewati dulu kawasan Industri mulai dari Diski, banyak truk-truk besar mengingatkan Elang akan rute Daan Mogot Tangerang. Disini lalu lintas bisa dibilang masih semrawut, harus rajin cek spion dan menoleh, jaga jarak dan pandangan lebih jauh ke depan. Begitupun sudah hati-hati dan antisipasi ada aja kendaraan lain yang main manuver sembarangan, memaksa hampir melakukan pengereman mendadak, disini pengereman R25 paling bisa diandalkan pakemnya khas Yamaha. Musuh utama menerjang lalu lintas sini adalah angkot dan pengendara motor.
Begitu masuk kota Binjai, suasana lalin sudah lebih tertib, sempat nyasar dikit ketika mencari rute keluar ke Bukit Lawang, akhirnya ketemu dan mulai gas.
Ternyata ekspetasi Elang untuk bisa bermanuver asyiik ala riding luar kota selepas Binjai gak terwujud sempurna. Performa R25 yang seharusnya galak di putaran atas kudu dikebiri dengan kondisi jalanan Binjai – Tanjung Langkat yang ngeri-ngeri sedap. Setiap baru geber 100 kpj, eh sejauh mata memandang di depan sudah ada potensi bahaya yang memgharuskan kurangi kecepatan segera. Banyaknya persimpangan dan hewan-hewan ternak (kambing/sapi) yang melintas di jalanan bikin riding experience gak bisa maksimal bersama R25.
Sesampainya di daerah Tanjung Langkat setelah Kuala hm.. R25 dipaksa mulai melewati jalanan aspal yang mirip offroad sangking rusaknya, lubang dan batu-batuan kerikil yang cukup besar mulai terkelupas muncul ke permukaan jalan.
Nah disini, istri yang duduk di belakang berkomentar mulai gak nyaman ketika melibas jalanan ancur kayak gini. Kalau Elang sih nyaman-nyaman aja, mungkin posisi boncenger yang memang agak menunduk ditambah jok boncenger yang seupil bin keras menjadi kombinasi lengkap boncengan R25 kalau melibas jalanan bergelombang khas pedesaan kurang nyaman.
Akhirnya sampai juga di kawasan perkebunan Turangi Bahorok, view pemandangannya dipenuhi perkebunan sawit, itulah mengapa kalau di Jakarta Elang sering doyan riding ke Cikidang Sukabumi, karena pemandangan yang sama selalu mengingatkan akan kampung halaman, ya Bahorok ini.
Masuk melalui Simpang Por menuju dusun Karang Rejo, wuih jalanan penuh bebatuan khas perkebunan sudah menatang di depan, hampir 3 km jalanan bebatuan masuk ke dalam dilewati. Dipakai semi offroad begini suspensi R25 masih tergolong nyaman redamannya, hanya saja bagi pembonceng karena joknya yang keras dirasa agak berbeda kenyamannya melibas jalanan rusak seperti ini.
Sampai di dusun Karang Rejo, Elang bertanya ke sesepuh yang ketemu di ujung lorong, maklum rumah nenek udah lupa bingit yang mana, apalagi katanya rumah yang dulunya masih papan sekarang sudah direnov permanen. Setelah mendapat petunjuk, Elang pun akhirnya bisa ketemu rumah nenek.
Bener-bener excited setelah 17 tahun gak mampir kesini ternyata suasananya gak banyak perubahan sejak 1999 lalu. Di pondok yang banyak terdapat pohon duren, parabola segede gaban yang hampir ada di setiap rumah dan tanaman pagar yang bener-bener menjadi titik rendezvous seolah ini masih seperti tahun 1999.
Setelah ngobrol ngalor ngidul 2 jam, paman mengajak Elang untuk ziarah bersama ke makam nenek yang terletak di ujung lorong. Mendo’akan bagi nenek dan kakek yang sudah lebih dulu dipanggil agar diampuni segala dosa-dosanya, mendapat ridho serta tempat terbaik di alam barzah. Memang setiap kita berkunjung ziarah seperti ini, kesadaran bahwa kita pun cepat atau lambat akan kembali kesini langsung kental terasa.
Setelah selesai ziarah, sekitar jam 3 Elang pun pamitan dengan keluarga paman dan sepupu. Kembali ke Medan dengan kerinduan akan kampung Bahorok yang sudah terobati walau hanya 3 jam-an waktu yang cukup singkat untuk sebuah rendezvous setelah 17 tahun tak ketemu.
Perjalanan pulang seperti pada umumnya, ritme berkendaranya bisa lebih cepat karena sudah agak hafal jalanannya. Disini Elang coba menikmati sensasi R25 di setiap tikungan jalanan aspal perkebunan Turangi, ya kalau trek lurus gak bisa dinikmati disini, sebagai gantinya setiap ketemu tikungan langsung cornering, istri sampai komentar “aduh bang, jangan miring banget kenapa” padahal miringnya belum seberapa tapi bagi pembonceng sensasinya jadi beda. Disini memang terasa handling R25 memang ajib, walau belum pake frame deltabox tapi dipake cornering cukup mudah menjinakkannya.
Akhirnya sampai juga di kota Binjai, melanjutkan perjalanan sampai di kawasan Kodam, wah hujan mulai turun. Ya udah putuskan melipir pake jas hujan dulu berdua, akhirnya dapet juga nih experience riding hujan-hujanan bersama R25. Hujan semakin deras ditambah angin kencang, menambah sensasi ridingĀ dituntut keseimbangan penuh, apalagi ketika melewati flyover Simpang Pos Asrama Haji, terpaan angin begitu terasa.
Akhirnya bersamaan dengan adzan Maghrib jam 6.30 wib Elang bersama istriĀ sampai juga di rumah ortu. Langsung bersih-bersih, sholat dan makan malam. Alhamdulillah ya Allah atas rezeki waktu dan kesempatan yang Engkau berikan sehingga Elang bisa bersilaturahim kembali ke rumah nenek setelah 17 tahun berlalu, ditempuh dengan pengalaman riding yang luar biasa bersama motor full fairing, yang setiap kilometernya diwarnai dengan jalan kenangan.
Sebagai rider, berasa ketagihan kan?
Hehehehe…
Heran, motorsport tapi ga berasa capek buat jalan lumayan jauh
Anyway, keren Om Endrik.. Lanjutkan
š
yes, slogannya dulu gak salah, superbike that you can use everyday
Om endrik aslinya orang medan..ane tinggal didaerah namorambre om..dekat dah klo ke delitua..hehehe
Nah betul bang, kalau dari Deli Tua lewat Pamah dekat
woohh, jadinya nambah tunggangan ke R25 nih mas..